Lampung Tengah – (SIN) – Aktivitas penggalian tanah urug di Dusun 6 Kampung Notoharjo Kecamatan Trimurjo, kini menuai sorotan tajam. Satu unit ekskavator besar dan sejumlah armada dump truck terlihat aktif menggali serta mengangkut tanah dari lokasi yang ternyata merupakan tanah bengkok milik Pemerintah Kampung Notoharjo.
Warga sekitar menyebut kegiatan tersebut sudah berlangsung beberapa hari terakhir, dan tanah hasil galian itu dijual ke rekanan proyek pembangunan Jalan Raya Metro–Wates.
“Sudah beberapa hari ini digali, tanahnya dijual ke kontraktor proyek jalan Metro–Wates. Setahu kami, itu tanah kampung, bukan tanah pribadi,” ujar seorang warga yang dikenal dengan sapaan Pak Jo, Rabu (29/10/2025).
Fakta ini menimbulkan kecurigaan kuat bahwa Kepala Kampung Notoharjo terlibat langsung dalam penjualan tanah bengkok tersebut. Aktivitas galian tanpa izin juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Praktisi hukum Andar M. Situmorang, S.H., M.H. menilai perbuatan tersebut masuk dalam kategori pidana.
“Apabila kegiatan galian dilakukan tanpa izin dan di atas aset pemerintah kampung, itu bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi pidana. Pasal 158 Undang-Undang Minerba mengatur ancaman lima tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar,” tegasnya.
Beberapa warga juga mengeluhkan dampak dari aktivitas galian yang menyebabkan jalan rusak, debu tebal, dan lalu lintas terganggu.
“Kami warga sekitar terganggu. Jalan jadi kotor dan rusak karena truk-truk pengangkut tanah itu,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Kampung Notoharjo belum memberikan tanggapan. Masyarakat berharap Bupati Ardito Wijaya dan Komang Koheri sebagai wakil Bupati Lampung Tengah segera turun tangan menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan aset desa ini.
(*)





